4 Konsep Merdeka Belajar (USBN, UN, RPP, dan Zonasi) Mendikbud Nadiem Anwar Makarim

Sahabat Edukasi yang berbahagia… Peluncuran pertama konsep “merdeka belajar” oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim pada hari Rabu, 11 Desember 2019 yang merupakan hasil diskusi intensif dengan ratusan stakeholder (guru, kepala sekolah, kepala dinas, pengamat pendidik, dosen-dosen, dan pakar-pakar dari dalam dan luar Indonesia). Mendikbud ucapkan terimakasih kepada Tim Kemendikbud yang telah membantu menyusun program-program tersebut. Inisiatif konsep merdeka belajar ada 4 (empat) jenis perubahan kebijakan yang akan kita laksanakan yang penting yakni mengenai USBN, UN, RPP, dan zonasi. 

Kebijakan ini diambil dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Ma’ruf Amin untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Bapak Nadiem Anwar Makarim, menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” yang terdiri dari: Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Mengapa konsep merdeka belajar itu penting? Karena hanya dengan kemerdekaan kelembagaan unit pendidikan, hanya dengan kemerdekaan kreatifitas dan inovasi daripada guru, hanya dengan hal itulah pembelajaran di kelas terjadi secara menyeluruh. Kemdikbud tidak akan mungkin bisa mencapai ini, tanpa dukungan dari pada Kepala Dinas.



Ada 4 (empat) Inisiatif Perubahan Konsep Kebijakan Merdeka Belajar untuk Pendidikan Indonesia yang lebih baik, berikut konsep "Merdeka Belajar" yang disampaikan langsung oleh Mendikbud RI, Bapak Nadiem Anwar Makarim, sebagai berikut:

1.   USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional)

Semangatnya Undang-Undang Sisdiknas itu sudah jelas, bahwa murid itu dievaluasi oleh guru, dan kelulusan itu ditentukan melalui suatu penilaian yang dilakukan oleh sekolah. Pada saat ini, yang terjadi adalah dengan adanya USBN, semangat kemerdekaan sekolah itu menentukan penilaian yang tepat untuk anak-anak itu tidak terjadi (tidak optimal) karena dia harus mengikuti soal-soal yang berstandar artinya kebanyakan pilihan ganda, kebanyakan format yang hampir sama dengan UN pada saat ini.

Kurikulum 2013 semangatnya berdasarkan kompetensi, kompetensi-kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 itu sangat sulit hanya dites dengan pilihan ganda, karena itu tidak cukup untuk mengetahui berbagai macam kompetensi. Jadi ke mana arah kebijakan? Untuk tahun 2020, USBN akan diganti, dikembalikan kepada esensi Sisdiknas, kepada semua sekolah untuk menyelenggarakan ujian sekolahnya sendiri, tentunya mengikuti kompetensi-kompetensi dasar yang sudah ada di kurikulum kita.

Ini tidak berarti bahwa sekolah yang belum nyaman merubah tes kelulusannya dari USBN sebelumnya harus berubah, ini ditekankan tidak memaksakan sekolah untuk merubah tes kelulusannya, kalau sekolah itu masih belum siap untuk melakukan perubahan, kalau sekolah ingin menggunakan format seperti USBN tahun sebelumnya, dipersilahkan. Bagi sekolah-sekolah  yang ingin melakukan perubahan, bagi sekolah-sekolah yang ingin melakukan penilaian yang lebih holistik diperbolehkan, sehingga ini menciptakan kesempatan bagi sekolah-sekolah melakukan penilaian di luar yang hanya pilihan ganda, seperti essay, posrtofolio, dan penugasan-penugasan lain seperti tugas kelompok, karya tulis, dan lain-lain.

Jadi ini, memberikan kemerdekaan bagi guru-guru penggerak di seluruh Indonesia untuk menciptakan konsep-konsep penilaian yang lebih holistik yang benar-benar menguji kompetensi dasar kurikulum kita, bukan hanya pengetahuan atau hafalan saja. Bagi yang telah menganggarkan budgets untuk USBN dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas guru dan kualitas pembelajaran, dan di beberapa daerah sudah anggaran ini. Tahun 2020 bagi sekolah-sekolah yang ingin menciptakan asesmen yang lebih holistik, ini adalah kesempatan. Jadi, bagi guru-guru penggerak, kepala sekolah kepala sekolah penggerak, mohon ini jangan disia-siakan kesempatan ini. Namun ini juga bukan pemaksaan bagi sekolah-sekolah dan guru-guru yang belum siap, yang masih ingin mengikuti format yang sebelumnya, silahkan.

2.   UN (Ujian Nasional)

Ada beberapa hal, isu, atau masalah dengan UN pada saat ini berdasarkan survei dan diskusi dengan berbagai macam orang tua, siswa, guru-guru, dan kepala sekolah:

a.   Materi UN yang terlalu padat, sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi, menghafal materi, dan bukan kompetensi pelajaran.
b.   Menjadi beban stress bagi banyak sekali siswa, guru, dan orang tua, karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu.

Padahal, maksudnya UN adalah untuk mengases sistem pendidikan, yaitu, sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikannya secara nasional. Dan UN ini hanya menilai satu aspek, yaitu kognitifnya, bahkan tidak semua aspek kognitif kompetensi dites, lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik. Jadi, apa perubahan yang akan dilakukan? Untuk 2020, UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya, dan bagi banyak orang tua yang sudah investasi banyak untuk anaknya, belajar untuk mendapatkan nilai terbaik di UN.

Di tahun 2021 UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Yang pertama adalah penyederhanaan assesmen ini,  secara nasional kita membutuhkan tolak ukur, tidak bisa sama sekali kita tidak punya tolak ukur, tapi apa yang diukur dan siapa yang diukur? Itu yang akan diubah. Asesmen kompetensi minimum adalah kompetensi yang benar-benar minimum, di mana bisa dipetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum. Apa itu materinya? Bagian kognitif, materinya ada 2 yakni literasi dan numerasi. Literasi bukan hanya kemampuan membaca, literasi adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan, kemampuan mengerti/memahami konsep di balik tulisan tersebut, itu yang penting.

Dan yang kedua, numerasi adalah kemampuan menganalisa, menggunakan angka-angka dan matematika. Ini adalah 2 hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi yang dilakukan mulai tahun 2021, ini bukan berdasarkan mata pelajaran lagi, bukan berdasarkan penguasaan konten/materi, ini berdasarkan kompetensi minimum/dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar apapun materinya, apapun mata pelajarannya. Dan yang terakhir aka nada survei karakter, luar biasa pentingnya, saat ini secara nasional, data yang kita punya hanya data kognitif, kita tidak mengetahui kondisi ekosistem di dalam sekolahnya murid kita, kita tidak mengetahui apakah azas-azas pancasila itu benar-benar dirasakan oleh siswa-siswa se-Indonesia.

Kita akan menanyakan survei-survei untuk mengetahui di ekosistem sekolahnya, bagaimana implementasi gotong-royong? Apakah level tolerasinya sehat dan baik di sekolah itu? Apakah well being atau kebahagiaan anak itu sudah mapan? Apakah ada bullying yang terjadi kepada siswa-siswi di sekolah itu. Survei ini akan menjadi suatu panduan buat sekolahnya, dinas, Kemdikbud. Survei karakter ini akan menjadi tolak ukur untuk bisa memberikan umpan balik (feed back) kepada sekolah-sekolah untuk melakukan perubahan-perubahan yang akan menciptakan siswa-siswi yang lebih bahagia, dan juga lebih kuat azas-azas Pancasila-nya di dalam lingkungan sekolahnya. Kemudian, kapan assesmen kompetensi ini dilakukan? Yang tadinya di akhir jenjang akan diubah di tengah jenjang, dengan 2 alasan: alasan pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang, ini memberikan waktu untuk sekolah dan guru untuk perbaikan sebelum anak itu lulus dari jenjang itu. Alasan kedua, karena dilakukan di tengah jenjang, tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi untuk siswa-siswi kita, tidak lagi menimbulkan stress di orang tua dan anak-anak, karena ini adalah formatif assesmentnya, formati artinya harus berguna bagi sekolah, berguna bagi guru untuk memperbaiki dirinya.

Asessment kompetensi dan survei karakter ini bukan hanya mengikuti ide-ide Kemdikbud sendiri, tapi dibantu organisasi-organisasi di dalam dan luar negeri, dan banyak bantuan seperti OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). dan World Bank juga agar asesmen kompetensi ini kualitasnya sangat baik, agar kualitasnya setara dengan kualitas internasional, tapi juga penuh dengan kearifan lokal, jadi kita gotong-royong untuk menciptakan asesmen kompetensi yang lebih baik.

Untuk menekankan saja, bahwa literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, tapi kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk menganalisa sebuah materi. Seperti contoh ada suatu paragraph dan diagram mengenai climate change atau masalah lingkungan hidup kita, dan dari situlah murid-murid akan harus bisa menggunakan Higher Order Thinking (berpikir tingkat tinggi), menggunakan daya analisa dia untuk menjawab pertanyaannya. Contoh seperti matematika, kemampuan menganalisa itu berdasarkan contextual intelligence (kecerdasan kontekstual), bahwa ia bisa mengaplikasikan konsep matematika itu di dalam suatu situasi baik abstrak maupun kongkrit.

3.   RPP (Rencana Program Pembelajaran)

Didedikasikan untuk para guru-guru, yang tadinya RPP ada 13 komponen yang begitu padat dan menjadi beban bagi guru-guru, akan diubah menjadi format yang jauh lebih sederhana. Cukup 1 halaman saja untuk RPP. Yang tadinya 13 komponen menjadi 3 komponen inti yakni tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan assesmen/penilaian pembelajaran. Nanti akan diberikan contoh-contoh RPP yang 1 halaman saja sudah cukup. Karena yang penting mengenai RPP bukan hanya penulisannya.

Sebenarnya esensi RPP (lesson plan) adalah proses refleksi daripada guru itu. Pada saat ia menulis suatu RPP, dilaksanakan di kelas, besoknya dia kembali kepada RPP itu untuk melakukan refleksi, melihat tercapai nggak apa yang saya maksudkan, dari situlah pembelajaran terjadi. Bukan hanya menulis 10 halaman sekedar buat administrasi. Mohon bantuan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu untuk mengkomunikasikan ini kepada semua pengawas di bawah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, agar mengerti esensinya ini, dan agar ini dilakukan tapi tidak menjadi beban yang terlalu berat, karena esensinya adalah proses itu terjadi, itu yang penting. Tentunya akan diberikan contoh-contoh RPP yang singkat tapi kualitasnya bagus juga. Jadi, RPP cukup 1 halaman.

4.   Zonasi

Zonasi sangat penting dan Kemdikbud mendukung penuh inisiatif zonasi ini. Ada beberapa daerah yang mengalami kesulitan. Tidak semua daerah siap untuk kebijakan Zonasi yang sangat rigit, sebelumnya jalur zonasi minimal 80%, jalur prestasi 15% dan perpindahan 5%. Jadi, Kemdikbud ingin menciptakan kebijakan yang bisa melaksanakan esensi/semangat zonasi yaitu pemerataan bagi semua murid untuk bisa mendapatkan kualitas yang baik, tetapi juga mengakomodir perbedaan-perbedaan situasi di daerah-daerah. Jadi, arahan kebijakan kedepannya adalah sedikit kelonggaran diberikan di zonasi. Yang tadinya jalur prestasi hanya 15%, sekarang jalur prestasi diperbolehkan sampai dengan 30%.  Jadi bagi orang tua yang sangat semangat mendorong anaknya untuk mendapatkan angka/prestasi yang baik, ini menjadi kesempatan anaknya mencapai sekolah yang mereka inginkan. Tetapi tetap yang 70% mengikuti 3 kriteria (zonasi 50%, jalur afirmasi atau pemegang KIP minimal 15%, dan jalur perpindahan 5%) dan untuk yang 30% jalur prestasi. Ini suatu kompromi di antara aspirasi Kemdikbud untuk mencapai pemerataan tapi juga aspirasi orang tua yang ingin anaknya yang berprestasi bisa mendapatkan choice/pilihan di mana sekolah yang ia diinginkan.


Tentunya, zonasi bukan berarti pemerataan, tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru, itu yang lebih banyak dampaknya kepada pemerataan pendidikan. Itu dibutuhkan dukungan Bapak-bapak dan Ibu-ibu Kepala Dinas semua untuk segera melakukan evaluasi, paling tidak dari jumlah kuantitas guru, kalau ada sekolah-sekolah yang banyak sekali guru berkumpul di sekolah itu, untuk dilakukan distribusi yang lebih adil bagi siswa-siswi di dalam sekolah yang kekurangan guru. Dan ini tentunya, Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan Kepala-kepala Dinas. Mohon support Bapak-bapak, untuk ini menjadi prioritas nomor 1, untuk sekolah-sekolah yang kekurangan guru, mohon dilakukan distribusi yang baik demi siswa-siswi kita. 

Ini adalah ronde pertama “merdeka belajar”. Tidak ada perubahan yang nyaman-nyaman saja. Semua perubahan itu pasti ada tantangannya, semua perubahan pasti ada ketidaknyamanan, tetapi seperti yang kita tahu, sudah waktunya Indonesia melompat ke depan, bukan hanya melangkah, sudah waktunya kita melompat ke depan. Sudah saatnya kita memberikan kemerdekaan kepada guru-guru kita, dan kepada kepala-kepala sekolah kita untuk bergerak. Dengan adanya perubahan di sistem asesmen kita, yaitu Ujian Sekolah dikembalikan lagi kepada sekolah, UN tidak mengukur penguasaan materi tetapi penguasaan kompetensi, RPP disederhanakan jadi 1 halaman, dan zonasi masih bisa mengakomodir anak-anak berprestasi, kita memberikan langkah pertama kemerdekaan belajar di Indonesia. Mohon dukungannya Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu (Mendikbud RI, Nadiem Anwar Makarim).

Demikian artikel khusus ini saya publikasikan yang mana untuk video lengkapnya dapat dilihat pada channel Kemendikbud RI di sini. Semoga bermanfaat dan terimakasih… Salam Edukasi..!

Artikel Terkait:

0 Komentar di "4 Konsep Merdeka Belajar (USBN, UN, RPP, dan Zonasi) Mendikbud Nadiem Anwar Makarim"

Post a Comment