Sahabat Edukasi yang
berbahagia… Ada satu fase dalam hidup ketika kita berhenti melawan arus dan
mulai mengalir bersama waktu. Tanpa kita sadari, hati menjadi lebih tenang
meski masalah tetap ada. Hidup tidak berubah, tetapi cara kita memandangnya
menjadi lebih matang. Di saat itulah kita sebenarnya sedang selaras dengan
alam. Kita mulai memahami bahwa tidak semua harus terjadi sesuai keinginan, dan
bahwa semesta punya caranya sendiri untuk menuntun kita.
Angin yang menyejukkan, hujan yang tiba-tiba turun, keheningan yang memaksa kita merenung, semua itu adalah cara alam berbicara. Namun kita baru bisa mendengarnya ketika hati kita tidak lagi bising. Mengalir bukan berarti pasrah, tetapi tahu kapan harus bergerak dan kapan berhenti. Ketika kita berhenti memaksa sesuatu terjadi, hidup terasa lebih ringan; yang tepat datang dengan mudah, yang tidak tepat pergi tanpa drama.
Kita tidak lagi membandingkan
diri dengan orang lain, karena kita tahu setiap orang punya waktunya
masing-masing.
Kepasrahan yang dewasa membuat
kita lebih dekat dengan Tuhan. Dalam kesunyian, kita menemukan ketenangan yang
tak bisa dijelaskan, seolah doa bukan lagi sekadar permintaan, tetapi rasa
percaya yang hidup dalam setiap langkah. Kita mulai menikmati hal-hal
sederhana: angin, hujan, sinar pagi, bahkan detak jantung sendiri. Saat tubuh,
pikiran, dan jiwa akhirnya menyatu, kita mengerti bahwa hidup tidak pernah
benar-benar melawan kita, kitalah yang selama ini melawan diri sendiri.
Dan ketika kita selaras dengan alam, hidup berubah menjadi perjalanan yang damai, mengalir, dan penuh makna. Salam Edukasi!

0 Komentar di "Rahasia Hidup Damai: Mengalir, Bukan Melawan"
Posting Komentar